Friday, February 09, 2007

Menggali Potensi Pariwisata Aceh

Masa depan yang baru dan lebih cerah diharapkan mulai terlihat di Aceh, dengan telah dilantiknya secara resmi Gubernur Aceh yang baru Irwandi Yusuf beserta wakilnya Muhammad Nazar pada 8 Februari kemarin. Mungkin ini juga salahsatu hikmah musibah besar gempa dan tsunami yang melanda 2 tahun silam. Tinggal lagi bagaimana kita semua elemen masyarakat Aceh mengisi peluang besar yang telah terbuka lebar ini untuk bersama-sama memberi kontribusi positif dalam mengembangkan kehidupan masyarakat Aceh yang maju, makmur dan sejahtera.

Banyak contoh yang kita saksikan bahwa sektor pariwisata negara-negara di dunia menjadi andalan utama sebagai sumber penghasilan negara. Dengan menarik begitu banyak wisatawan asing ke dalam suatu negara, artinya akan tumbuh kegiatan ekonomi dan perputaran uang nyata yang dibawa oleh para turis tersebut. Semakin banyak jumlah turis dan semakin lama mereka berdiam di negara tujuan, maka akan semakin besar pula perputaran uang segar yang masuk dibawa oleh mereka.

Aceh memiliki nilai jual yang sangat tinggi saat ini, jika dikaji dari kacamata wisata. Pasca musibah besar, tak ada penduduk dunia yang tidak mengenal nama Aceh. Sebutan Aceh telah mengingatkan memori setiap orang akan kisah-kisah gempa dan tsunami. Selain itu, keindahan alam Aceh sangat diakui oleh para warga asing yang telah menjejakkan kakinya di bumi Aceh. Mereka selalu berkata, akan kembali lagi suatu saat kemari untuk menikmati keindahan alam Aceh yang laksana surga dunia ini. Inilah modal dasar yang paling berharga yang dimiliki oleh Aceh untuk mengembangkan sektor pariwisata dengan serius.

Diperlukan strategi yang jitu dan komprehensif untuk dapat menangkap peluang ini menjadi sumber penghasilan yang besar bagi pertumbuhan ekonomi Aceh.

1. Inventarisir objek-objek wisata alam yang berpotensi
Daftar objek wisata yang terinventarisir dengan baik akan sangat membantu kita dalam membuat prioritas pengembangan objek-objek wisata di Aceh. Database ini perlu terus ditambah sejalan dengan semakin luas dan mudahnya akses ke wilayah-wilayah pelosok Aceh pasca masa darurat militer dan krisis, sehingga diharapkan tempat-tempat yang selama ini terlupakan dapat dimunculkan ke permukaan dan menjadi objek yang potensial.

2. Persiapkan infrastruktur yang mendukung pariwisata
Investasi perlu ditanamkan bagi memperluas akses kepada wilayah yang memiliki objek-objek wisata potensial. Tentunya pembinaan infrastruktur yang baik akan semakin membuka peluang dan kemudahan para pelancong menikmati alam Aceh, baik itu berupa jalan raya, jembatan, sarana transportasi dan telekomunikasi, maupun jasa-jasa lainnya (guide, money-changer).

3. Siapkan masyarakat untuk mendukung program ini
Perlu ada kampanye yang meluas kepada kalangan masyarakat untuk memahami bahwa peran langsung masyarakat dapat sangat membantu berkembangnya industri pariwisata di Aceh. Sikap dan perilaku masyarakat yang ramah dan sopan terhadap warga asing perlu terus dibangun secara meluas. Pengalaman pasca tsunami telah menunjukkan bahwa masyarakat sangat menghormati para warga asing yang datang, karena niat mereka yang ingin membantu korban bencana. Sikap yang seperti itu perlu terus dipupuk dan ditingkatkan terhadap para turis asing yang datang kemudian dengan tujuan wisata. Persiapkan masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik bagi para tamu-tamu asing ini. Perilaku murah senyum, ramah, sopan dalam bertutur sapa selayaknya sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam perilaku masyarakat Aceh. Dengan selalu membiasakan diri berperilaku seperti demikian, diharapkan para tamu asing akan merasa betah dan nyaman berlama-lama menghabiskan masa dan uangnya di bumi Aceh ini.

4. Bentuk badan khusus yang menangani sektor ini, atau kalau sudah ada, berdayakan dengan memasukkan orang-orang yang kaliber dalam menjual pariwasata Aceh dalam lembaga tersebut. Perlu ada sosok yang memiliki kemahiran kehumasan yang tangguh dan profesional dalam pengelolaan badan khusus ini.

Salahsatu langkah penting dalam menunjang program ini segera adalah membuka akses langsung hubungan luar negeri dengan wilayah Aceh. Bandara Sultan Iskandar Muda Banda Aceh selayaknya menjadi bandara internasional. Dan agaknya hal ini tidak begitu sulit lagi untuk merealisirnya, karena sudah menjadi salahsatu point dalam MoU Helsinki.

Berikan insentif bagi pihak swasta yang berinvestasi di sektor pariwisata ini, seperti biro-biro jasa perjalanan, hotel-hotel, resort dan lain-lain pengelolaan objek wisata.

Jalin kerjasama dengan pihak luar negeri untuk mendorong pertumbuhan sektor ini, baik dengan pemerintahnya, maupun lembaga swasta yang berkecimpung dengan wisata. Misalnya dengan perusahaan penerbangan AirAsia (yang lain juga boleh), yang dapat dimanfaatkan adalah kemampuan mereka mempromosikan daerah kita sebagai daerah tujuan wisata. Memberi akses kepada perusahaan penerbangan internasional itu untuk mendarat di bandara kita.

Patut dipikirkan untuk mengembangkan program homestay. Ini salahsatu yang sangat menarik jika dapat diwujudkan. Karena melibatkan langsung masyarakat. Suatu pedesaan terpilih dapat menerima kedatangan serombongan turis asing yang menginap di rumah-rumah penduduk, dan melakukan aktifitas yang menyatu dengan masyarakat. Program ini semacam menjual nilai-nilai keseharian yang dianut oleh masyarakat kita. Bagi masyarakat asing adalah sungguh mengasyikkan jika dapat terlibat langsung dalam kegiatan sehari-hari penduduk lokal. Tidak perlu terlalu lama, 5-7 hari cukuplah bagi mereka merasakan kehidupan asli kampung. Bagi masyarakat sendiri selain mendapat pertambahan ekonomi, juga suatu pengalaman baru bergaul dengan warga asing.

Satu hal yang patut ditekankan di sini, pariwasata yang dikembangkan di Aceh harus menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma agama Islam, tidak bisa tidak. Jauh-jauh hari kita sudah harus mengkampanyekan kepada para turis asing yang akan memasuki Aceh untuk menghormati karakteristik budaya Islam. Karena inilah yang menjadi jiwa dan martabat masyarakat Aceh. Bagi mereka yang ingin memasuki Aceh mereka sudah tahu bahwa di Aceh tak ada minuman keras, tak ada pergaulan bebas, tak ada maksiat. Ini pula yang menjadi kekuatan kita, kekuatan masyarakat Aceh. Mereka harus menghormati itu. Pariwisata Aceh harus dapat kita kembangkan tanpa harus mengorbankan harga diri dan martabat agama.

Semboyannya, hormatilah kami, insya Allah kami melayani.

Sunday, February 04, 2007

Gubernur Baru

Insya Allah kalau tidak ada aral melintang, pada tanggal 8 Februari nanti Aceh akan secara resmi memiliki Gubernur alias Kepala Pemerintahan Aceh yang baru. Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih melalui Pilkada yang mendunia tersebut adalah Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar. Sudah banyak yang tahu bahwa mereka telah menang dengan telak, dan sudah banyak juga yang tahu bahwa kemenangan mereka adalah cerminan dari harapan masyarakat Aceh yang mendambakan perubahan yang mendasar menyangkut segi-segi kehidupan masyarakat Aceh yang lebih baik dan lebih bermartabat.

Mungkin setiap orang memiliki harapan-harapan tersendiri yang menyangkut dengan perubahan berkehidupan di Aceh dengan terpilihnya pemimpin baru ini. Banyak sudah tulisan di media baik cetak maupun internet yang menyuarakan keinginan-keinginan dan harapan rakyat Aceh. Dan itu sudah tentu pula menjadi perhatian dari pihak Irwandi-Nazar, karena mereka terpilih sesungguhnya pun memang untuk memenuhi harapan rakyat yang telah memilih mereka.

Lantas adakah harapan dari saya sendiri terhadap kebijakan pemimpin Aceh yang baru ini? Hmm, sebagai orang Aceh walau pun saat ini tidak sedang berada di wilayah Aceh, saya pikir kita masih layak untuk juga turut ikut menaruh harapan dan keinginan bagi perubahan kemajuan Aceh di tangan mereka. Harapan saya pribadi kepada mereka cukup sederhana saja. Yaitu, cobalah selalu dengarkan suara rakyat Aceh.

Artinya sepanjang perjalanan masa pemerintahan mereka hendaklah kebijakan yang diambil tetap mengedepankan kepentingan orang banyak, memprioritaskan kemaslahatan masyarakat banyak. Mungkin pada masa awal-awal ini idealisme masih kuat di dalam kebijakan, namun hendaknya idealisme tersebut tetap dipertahankan seiring dengan berjalannya waktu. Terkadang manusia mudah lupa. Setelah berlalu sekian lama, kehidupan mulai berubah, orientasi pun berubah dan kepentingan pun mulai berubah pula. Awal-awalnya bagus, eh di ujung-ujungnya mulai membuat kebijakan yang aneh-aneh.

Menurut pendapat saya, berhubung pimpinan baru ini terpilih secara sangat demokratis dan langsung dari rakyat, maka tanggungjawab mereka kepada rakyat menjadi jauh lebih berat. Artinya, rakyat sangat berhak untuk terus memantau sepak-terjang mereka dalam pemerintahan. Jika ada kebijakan yang baik, rakyat tentu akan mengapresiasi langsung. Begitu pula sebaliknya, rakyat bisa langsung mengkritisi kebijakan yang kontroversial misalnya. Sehingga salahsatu aspek penting pertama yang perlu diperhatikan oleh Irwandi-Nazar adalah kebebasan media yang bertanggung-jawab. Mereka harus menjamin kebebasan pers sebagai media perantara dan penyambung amanat hati nurani rakyat Aceh. Bagaimana mereka dapat mendengar suara rakyat kalau media penyampainya dikebiri. Mudah-mudahan rakyat Aceh pun semakin pintar dan bijak memanfaatkan media sebagai penyambung aspirasi yang murni.

Ada sedikit luahan hati dari saya setelah membaca berita tentang pelantikan Gubernur nanti. Disebutkan pada hari pelantikan nanti akan diadakan juga kenduri syukuran yang melibatkan ribuan orang simpatisan Irwandi-Nazar, dengan menyembelih sebanyak 30 ekor lembu. Bagi masyarakat Aceh sudah menjadi tradisi mengadakan kenduri syukuran untuk hal-hal semacam: perkawinan, menempati rumah baru, khitan anak lelaki, dan lain-lain yang intinya adalah mensyukuri nikmat dari Allah atas anugerahNya. Untuk konteks pelantikan Gubernur baru sewajarnyalah upacara syukuran nanti lebih bermakna ke arah doa bersama memohon kepada Allah untuk diberi kekuatan dalam mengemban tugas besar memimpin masyarakat Aceh. Sehingga sedini mungkin dicegah kesan kenduri tersebut bernuansa hura-hura dan pesta kemenangan semata.

Mudah-mudahan Irwandi-Nazar dapat mengemas upacara kenduri tersebut sebagai ajang penyerahan diri yang ikhlas kepada Allah untuk tetap istiqamah pada niat awal dan memohon keredhaanNya untuk menjaga kebijakan-kebijakan Gubernur nanti selalu dalam kawalan hukum-hukum Allah.

Akhirnya kita semua berharap tanggal 8 Februari nanti dapat menjadi hari awal yang gembira bagi semua rakyat Aceh sampai kapan pun. Amien.